Suatu hari Senen di bulan Oktober 2006, aku keluar dari rumah agak telat yaitu jam
06.45 pagi. Kuperhatikan anak2 sekolah yang biasanya ramai di sepanjang jalan
itu mulai agak sepi, mungkin mereka sudah mendapatkan kendaraan2 ke sekolahnya
masing2. Saat perjalananku mencapai ujung desa Bedulan ( tempat ini pasti
dikenal oleh semua orang karena sering terjadi tawuran antar desa sampai saat
ini ), kulihat ada seorang anak sekolah perempuan yang melambai-lambaikan
tangannya. Setelah kulihat dibelakangku tidak ada kendaraan lain, aku mengambil
kesimpulan kalau anak sekolah itu berusaha mendapatkan tumpangan dariku dan
karena dia seorang diri disekitar situ maka segera kuhentikan kendaraanku serta
kubuka kacanya sambil kutanyakan, mau kemana dik ? Kulihat anak sekolah itu agak
cemas dan segera menjawab pertanyaanku, Paaaak boleh saya ikut sampai di SMAdari tadi kendaraan umum
penuh terus dan saya takut terlambat ? dengan wajah yang penuh harap. Yaaa…OK
lah….naik cepat kataku. Terima kasih paaak…katanya sambil membuka pintu mobilku.
Jarak dari sini sampai di sekolahnya kira2 10 Km dan selama perjalanan kuselingi
dengan pertanyaan2 ringan, sehingga aku tahu kalau dia itu duduk di kelas 3 SMU
di ——— dan bernama War— (maaf, namanya disamarkan oleh Blogger). Tinggi
badannya kira2 155 cm, warna kulitnya bisa dibilang agak hitam bersih dan tidak
cantik tapi manis dan menarik untuk dilihat, entah apanya yang menarik, mungkin
karena matanya agak sayu. Penampilan nya sangat sederhana tanpa make-up, maklum
saja perempuan tinggal di desa dan katanya orang tuanya adalah seorang petani.
Tidak terlalu lama, kendaraanku sudah sampai di daerah ——— dan War—
segera memberikan aba2..Ooom……sekolah saya ada di depan itu, katanya sambil
jarinya menunjuk satu arah di kanan jalan. Kuhentikan kendaraanku di depan
sekolahnya dan sambil menyalamiku War— mengucapkan terima kasih. Sambil turun
dari mobil, War— masih sempat bertanya..Oooom….besok pagi saya boleh ikut
lagi..nggak Oom, lumayan Oom….bisa naik mobil bagus kesekolah dan sekalian
menghemat ongkos…boleh yaa..Oom ? Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu, tapi
kupandangi wajahnya, lalu kujawab…boleh boleh saja War— ikut Oom, tapi jangan
bergerombol ikutnya yaaa. Enggak deh Oom, saya cuma sendiri saja kok selama ini.
Setiap pagi sewaktu aku mencapai desa itu, War— sudah ada dipinggir jalan dan
melambaikan tangannya untuk menghentikan mobilku. Dalam setiap perjalanan dia
makin lama makin banyak bercerita soal keluarganya, kehidupannya di desa, teman2
sekolahnya dan dia juga sudah punya pacar di sekolahnya. Ketika kutanya apakah
pacarnya tidak marah kalau setiap hari naik mobil orang, War— bilang tidak
apa2 tapi tanpa ada penjelasan apapun, sepertinya dia enggan menceritakan lebih
jauh soal pacarnya. War— juga cerita bahwa selama ini dia tidak pernah
kemana-mana, kecuali pernah dua kali di ajak pacarnya piknik ke daerah wisata di
Kuningan.
Seminggu kemudian di hari Jum’at, waktu War— akan naik dimobilku kulihat
wajahnya sedih dan matanya bengkak seperti habis menangis dan War— duduk tanpa
banyak bicara. Karena penasaran, kusapa dia, War—….., habis nangis yaaaa…,
kenapa…..? coba War— ceritakan….siapa tahu Oom bisa membantu. War— tetap
membisu dan sedikit gelisah. Lama dia diam saja dan aku juga nggak mau
mengganggunya dengan pertanyaan2, tetapi kemudian dia berkata…Oom, saya habis
ribut dengan Bapak dan Ibu, lalu dia diam lagi. Kalau War— percaya pada Oom,
tolong coba ceritakan masalahnya apa, siapa tahu Oom bisa membantu, kataku
tetapi War— saja tetap membisu. Ketika mobilku sudah mendekati sekolahnya,
tiba2 War— berkata, Oom…boleh nggak War— minta waktu sedikit buat bicara
disini, mumpung masih belum sampai di sekolah. Mendengar permintaannya itu,
segera saja kuhentikan mobilku dipinggir jalan dan kira2 jaraknya masih 2 Km
dari sekolahnya.
Ada apa War…? Kataku. War— tetap diam dan sepertinya ada keraguan untuk
memulai berbicara. Ayoo..lah War (sebenarnya pengarang penuliskan tiga harus
terakhir dari namanya, tapi terpaksa oleh Blogger diganti jadi 3 huruf terdepan),
jangan takut atau ragu…ada apa sebenarnya, tanyaku lagi. Begini….Oom, kata
War—, lalu dia menceritakan bahwa tadi malam dia minta uang kepada orang
tuanya untuk membayar uang sekolahnya yang sudah tiga bulan belum dibayar dan
hari ini adalah hari terakhir dia harus membayar, karena kalau tidak dia tidak
boleh mengikuti ulangan2. Orang tuanya ternyata tidak mempunyai uang sama
sekali, padahal uang sekolah yang harus dibayar itu sebesar 80 ribu rupiah.
Alasan orang tua nya karena panen padi yang diharapkan telah punah karena hujan
yang terus menerus. Dan katanya lagi orang tuanya menyuruh dia berhenti sekolah
karena tidak mampu lagi untuk membayar uang sekolah dan mau dikawinkan dengan
tetangganya.
Aku tetap diam untuk mendengarkan cerita nya sampai selesai dan karena War—
juga terus diam, lalu kutanya…..teruskan cerita mu sampai selesai War. Dia tidak
segera menjawab tapi yang kulihat airmatanya terlihat menggenang dan sambil
mengusap air matanya dia berkata…Oom, sebetulnya masih banyak yang ingin War—
ceritakan, tapi saya takut nanti Oom terlambat kekantornya dan War— juga harus
ke sekolah, serta lanjutnya lagi… kalau Oom ada waktu dan tidak keberatan, saya
ingin pergi dengan Oom supaya saya bisa menceritakan semua masalah pribadi saya.
Setelah diam sejenak, lalu War— berkata lagi…Oom, kalau ada dan tidak
keberatan, saya mau pinjam uang Oom 80 ribu untuk membayar uang sekolah dan saya
janji akan mengembalikan setelah saya dapat dari orang tua saya.
Mendengar cerita War— walaupun belum seluruhnya, hatiku terasa tersayat dan
segera kurogoh dompetku dan kuambilkan uang 200 ribu dan segera kuberikan
padanya. Lho Oom, kok banyak benar…..saya takut tidak dapat mengembalikannya,
katanya sambil menarik tangannya sebelum uang dari tanganku dipegangnya.
War—….ambilah…nggak apa apa kok, sisanya boleh kamu belikan buku2 atau apa
saja….., saya yakin War— membutuhkannya dan segera kupegang tangannya sambil
meletakkan uang itu ditangannya dan sambil kukatakan…War—…ini nggak usah kamu
beritahukan kepada siapa2, juga jangan kepada orang tuamu….dan…War— nggak
perlu mengembalikannya.
Belum selesai aku menyelesaikan kata2ku, tiba2 saja dari tempat duduknya dia
maju dan mencium pipi kiriku sambil berkata…..terima kasih banyak Oom…,
Oom..sudah banyak menolong saya. Aku jadi sangat terkesiap dan berdebar…bukan
karena mendapat ciuman di pipiku, tapi karena tangan kiriku tersentuh buah
dadanya yang terasa sangat empuk sehingga tidak terasa kontolku menjadi tegang
dan sementara War— masih mencium pipiku, kugunakan tangan kananku untuk
membelai rambutnya dan kucium hidungnya.
Ayoo…War…sudah lama kita disini, nanti kamu terlambat sekolahnya. War— tidak
menjawab tapi kulihat dikedua matanya masih tergenang air matanya.
Ketika sudah sampai didepan sekolah nya sambil membuka pintu mobil, War—
berkata..Oom.., terima kasih yaaa..ooom dan kapan Oom ada waktu untuk mendengar
cerita War—. Kalau besok gimana…?, kataku. Boleh….oom, jawabnya cepat.
Lho..besok kan masih hari Sabtu dan War— kan harus sekolah, jawabku.
Sekali-kali mbolos kan nggak apa apa Oom…hari Sabtu kan pelajarannya tidak
begitu padat dan kurang penting, kata War—. Oklah…kalau begitu…War, kita
ketemu besok pagi ditempat biasa kamu menunggu.
Dalam perjalanan ke kantor setelah War— turun, masalah War— terasa
mengganggu pikiranku sehingga tidak terasa aku sudah sampai dikantor.
Sebelum pulang kantor, aku izin untuk tidak masuk besok Sabtu pada Boss ku
dengan alasan akan mengurus persoalan keluarga di Kuningan. Demikian juga waktu
malamnya kukatakan pada Istriku kalau aku harus ke Jakarta untuk urusan kantor
dan kalau selesainya telat terpaksa harus nginap dan pulang pada hari Minggu.
Besok paginya dengan berbekal 1 stel pakaian yang telah disiapkan oleh Istriku,
aku berangkat dan sampai di tempat yang biasa, kulihat War— tetap memakai baju
seragam sekolahnya. Setelah dia naik ke mobil, kembali kulihat matanya tetap
seperti habis menangis. Lalu kutanya…War…habis perang lagi yaaaa…?, soal apa
lagi….?. Oom, ceritanya nanti saja deh….katanya agak malas. Kita mau kemana
Oom…? Tanyanya.
Lho…..terserah War— saja….Oom sih ikut saja. Oom….saya kepingin ketempat yang
agak sepi dan nggak ada orang lain…., jadi kalau kalau War— nangis, nggak ada
yang melihatnya kecuali Oom. Sambil memutar mobilku kembali ke arah Cirebon, aku
berpikir sejenak mau ke tempat mana yang sesuai dengan permintaan War—, dan
segera teringat kalau di pinggiran kota Cirebon yang kearah Kuningan ada sebuah
lapangan Golf dan Cottage CPN. Segera saja kukatakan padanya..War—….tempat
yang sesuai dengan keinginanmu itu kayaknya agak susah, tapi……bagaimana kalau
kita ke CPN saja..? Dimana itu Oom dan tempat apaan…?tanya War—. Aku jadi agak
susah menjelaskannya, tapi kujawab saja…tempatnya sih nggak jauh yaitu sedikit
diluar Cirebon dan…..begini saja deh..War…, kita kesana dulu dan kalau War—
kurang setuju dengan tempatnya, kita cari tempat lain lagi. Setelah sampai
ditempat dan mendaftar di receptionist dan memesan minuman ringan serta
mengambil kunci kamarnya, segera aku kembali ke mobil dan kutanyakan pada
War—…gimana War….kamu mau disini..? lihat saja tempatnya sepi ( maklum saja
masih pagi-pagi. Receptionist nya saja seperti terheran-heran, sepertinya
berfikir kok ada tamu pagi2 sekali dan nomor mobilnya bukan dari luar kota ).
Setelah mobil kuparkir didepan kamar, sebelum turun kutanya dia
kembali…War…gimana…mau disini ? atau mau cari tempat lain ? War— tidak segera
menjawab pertanyaanku, tapi dia ikut turun dari mobil dan mengikutiku kearah
pintu kamar motel. Segera setelah sampai didalam, dia langsung duduk di tempat
tidur sambil memperhatikan seluruh ruangan. Karena kulihat dia tetap diam saja,
aku jadi merasa tidak enak dan segera kudekati dia yang masih tetap duduk di
pinggiran tempat tidur dan sambil agak berlutut, kucium keningnya beberapa saat
dan tiba2 saja War— memelukku dan terdengar tangisan lirih sambil
terisak-isak. Sambil masih memelukku, kuangkat berdiri dari duduknya dan
kuelus-elus rambutnya, sambil kucium pipinya serta kukatakan, War—…..coba
tenangkan dirimu…..dan ceritakan semua masalah mu pada Oom….., siapa tahu Oom
bisa membantumu dalam memecahkan masalahmu itu. War— masih saja memelukku tapi
senggukan tangisnya mulai mereda. Beberapa saat kemudian kubimbing dia kearah
tempat tidur dan perlahan kuterlentangkan War— ditempat tidur dan kurangkulkan
tangan kiriku di bahunya dan kupandangi wajahnya, sambil
kukatakan….War—…cobalah ceritakan masalahmu itu…..dan biar Oom bisa mengetahui
permasalahanmu itu.
War— tetap diam saja dan memejamkan matanya, tapi tak lama kemudian, sambil
menyeka airmatanya dia membuka matanya dan memandang kearahku yang jaraknya
antara wajahnya dan wajahku sangat dekat sekali.
Oom….., katanya seperti akan memulai bercerita, tapi lalu dia diam lagi.
War…..,kataku sambil kucium pipinya dan kuusap usapkan jari2 tangan kananku
dirambutnya….cerita lah.
Lalu War— mulai bercerita dan dia menceritakan secara panjang lebar soal
kehidupan keluarganya yang miskin, dia anak pertama dari 3 bersaudara, tentang
pacarnya di sekolah tapi lain kelas yang sudah 2 tahun pacaran dan sekarang
sudah meninggalkan dia karena mendapatkan pacar baru di kelasnya dan dia juga
menceritakan kalau orang tuanya sudah menjodohkan dengan tetangga nya yang sudah
punya istri dan anak, tapi kaya dan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah
War— dan dia harus segera berhenti dari sekolahnya karena akan dikawinkan pada
bulan Maret akan datang. War— katanya kepingin sekolah dulu dan belum pingin
kawin, apalagi kawin dengan orang yang sudah punya Istri dan anak. War— punya
keinginan mau lari dari rumahnya, tapi tidak tahu mau kemana. War— juga
menceritakan bahwa sebetulnya dia masih cinta kepada kawan sekolahnya itu,
apalagi dia sudah terlanjur pernah tidur bersama sewaktu piknik ke Kuningan
dulu, walaupun katanya dia tidak yakin kalau punyanya pacarnya itu sudah masuk
ke memeknya apa belum, karena belum apa2 sudah keluar katanya.
Jadi….gimana..Oom…, apa yang harus saya perbuat dengan masalah ini, katanya
setelah menyelesaikan ceritanya. War—……., kataku sambil kembali kuelus-elus
rambutnya dan kucium pipinya didekat bibirnya…..War—….masalahmu kok begitu
rumit, terutama persoalan lamaran tetanggamu itu. Begini saja War…..sebaiknya
kamu minta kepada orangtua mu untuk menunda perkawinan itu sampai kamu selesai
sekolah. Bilang saja…kalau ujian SMA mu hanya tinggal beberapa bulan lagi.
Katakan lagi….sayang kalau biaya yang telah dikeluarkan selama hampir tiga tahun
di SMA harus hilang percuma tanpa mendapatkan Ijasah. War….sewaktu kamu
mengatakan ini semua, jangan pakai emosi, katakan dengan lemah lembut, mudah2an
saja orangtuamu mau mengerti dan mengundurkan perjodohanmu dengan tetanggamu
itu.
Kalau orangtuamu setuju, jadi kamu bisa konsentrasi untuk menyelesaikan
sekolahmu dan yang lainnya bisa dipikirkan kemudian. Setelah selesai memberikan
saran ini, lalu kembali kucium pipinya seraya kutanya…War…..bagaimana pendapatmu
dengan saran oom ini ?
Seraya saja War— bangkit dari tidurnya dan memelukku erat2 sambil menciumi
pipiku dan berkata..Ooom….terima kasih…atas saran oom ini…belum terpikir oleh
saya sebelumnya hal ini….Oom sangat baik terhadap War—….entah bagaimana
caranya saya membalas kebaikan Oom, dan terasa airmatanya menetes dipipiku.
Setelah diam sesaat, kembali kurebahkan badan War— terlentang dan kulihat dari
matanya yang tertutup itu sisa airmatanya dan segera kucium kedua matanya dan
sedikit demi sedikit cimmanku kuturunkan kehidungnya dan terus turun kepipi
kirinya, setelah itu kugeser ciumanku mendekati bibirnya. Karena War— masih
tetap diam dan tidak menolak, keberanianku semakin bertambah dan secara perlahan
lahan kugeser ciumanku kearah bibirnya, dan tiba2 saja War— menerkam dan
memelukku serta mencari bibirku dengan matanya yang masih tertutup. Aku
berciuman cukup lama dan sesekali lidahku kujulurkan kedalam mulutnya dan War—
mengisapnya. Sambil tetap berciuman, kurebahkan badan nya lagi dan tangan
kananku segera kuletakkan tepat diatas buah dadanya yang terasa sangat kenyal
dan sedikit kuremas. Karena tidak ada reaksi yang berlebihan serta War— bukan
saja mencium bibirku tapi seluruh wajahku, maka satu-satu kancing baju SMU nya
berhasil kulepas dan ketika kusingkap bajunya, tersembul dua bukit yang halus
tertutup Bh putih tipis dan ukurannya tidak terlalu besar. Ketika kucoba membuka
baju sekolahnya dari tangan kanannya, War— kelihatannya tetap diam dan malah
membantu dengan membengkokkan tangannya. Setelah berhasil melepas baju dari
tangan kanannya, segera kucari kaitan Bhnya dibelakang dan dengan mudah
kutemukan serta kulepaskan kaitannya, sementara itu kami masih tetap berciuman,
kadang dibibir dan sesekali diseluruh wajah bergantian. Bhnya pun dengan mudah
kulepas dari tangan kanannya dan ketika kusingkap Bhnya, tersembul buah dada
War— yang ukurannya tidak terlalu besar tapi menantang dan dengan putting
susunya berwarna kecoklatan. Dan dengan tidak sabar dan sambil meremas pelan
tetek kanannya, kuturunkan wajahku menyelusuri leher dan terus kebawah dan
sesampainya di teteknya, kujilati tetek War— yang menantang itu dan sesekali
kuhisap puting teteknya, sementara War— meremas remas rambutku seraya
terdengar suara lirih ….aaaaahhhh….aaaaaahh…. Oooomm….sssssshhhh….aaaahhh. Aku
paling tidak tahan kalau mendengar suara lirih seperti ini, serta merta kontolku
semakin tegang dan kugunakan kesempatan ini sambil tetap menjilati dan menghisap
tetek War—, kugunakan tangan kananku untuk menelusuri bagian bawah badan
War—. Ketika sampai di celana dalamnya serta kuelus elus memeknya, terasa
sekali ada bagian Cd yang basah. Sambil masih tetap menjilati tetek War—,
kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping Cdnya untuk mencari bibir
memek nya dan ketika dapat dan kuelus, badan War— terasa menggelinjang dan
membukakan kakinya serta kembali terdengar aaaaahhh…..ssssshhhh……ssssshhh ….
aaaaahhh. Aku jadi semakin penasaran saja mendengar suara War— mengerang lirih
seperti itu. Segera kulepas tanganku yang ada di memeknya dan sekarang kugunakan
untuk mencari kancing atau apapun yang ada di Rok sekolahnya untuk segera
kulepas. Untung saja rok sekolah yang dipakai adalah rok standard yaitu ada
kaitan sekaligus resleting, sehingga dengan mudah kutemukan dan kubuka kaitan
dan resletingnya, sehingga roknya menjadi longgar dibadan War—.
Lalu perlahan lahan kuturunkan badanku serta ciumanku menelusuri perut War—
seraya tanganku berusaha menurunkan rok nya. Roknya yang sudah longgar itu
dengan mudah ku turunkan ke arah kakinya dan kuperhatikan War— mengenakan Cd
warna merah muda dan kulihat juga memeknya yang menggunung didalam Cdnya.
Badan War— menggelinjang saat ciumanku menelusuri perut dan pada saat ciumanku
mencapai Cd diatas gunungan memeknya itu, gelinjang badan War— semakin keras
dan pantatnya seakan diangkat serta tetap kudengar suaranya yang lirih sambil
meremas-remas rambutku agak keras serta sesekali memanggil ..sssssssshhhh…
aaaaahh….. sssshhht….. ooom….. aaaahhhh. Sambil kujilati lipatan pahanya,
kuturunkan Cd nya perlahan-lahan dan setelah setengahnya terbuka, kuperhatikan
memek War— masih belum banyak ditumbuhi bulu sehingga terlihat jelas belahan
memeknya dan basah. Setelah berhasil melepas Cd nya dari kedua kaki War— yang
masih menjulur di lantai, kuposisikan badanku diantara kedua paha War— sambil
merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan pelan kujulurkan lidahku dan kujilati
belahan memek nya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Bersamaan
dengan jilatanku itu, tiba2 War— bangun dari tidurnya dan berkata
Jaaa…ngaaan…Ooom, sambil mencoba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya.
Karena takut War— akan marah, maka dengan terpaksa aku bangkit dan kupeluk
War— serta berusaha menidurkannya lagi sambil kucium bibirnya untuk
menenangkan dirinya. War— tidak memberikan komentar apa apa, tapi kami kembali
berciuman dan War— sepertinya lebih bernafsu dari sebelumnya dan lebih agresif
menciumi seluruh wajahku. Sementara itu tanganku kugunakan untuk melepas baju
dan Bh War— yang sebelah dan yang tadi belum sempat kulepas, War— sepertinya
mendiamkan saja, malah sepertinya membantuku dengan memiringkan badannya agar
bajunya mudah kulepas. Sambil tetap berciuman, sekarang aku berusaha untuk
melepas baju dan celanaku sendiri. Setelah aku berhasil melepas semua pakaianku
termasuk Cdku, lalu dengan harap harap cemas karena aku takut War— akan
menolaknya, aku menempatkan diriku yang tadinya selalu disamping kiri atau kanan
badan War—, sekarang aku naik diatas badan War—. Perkiraanku ternyata salah,
setelah aku ada di atas badan War—, ternyata dia malah memelukkan kedua
tangannya di punggungku sambil sesekali menekan nekan. Dalam posisi begini,
terasa kontolku agak sakit karena tertindih diantara badanku dan paha War—.
Karena tidak tahan, segera kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang enak,
tapi bersamaan dengan kakiku terangkat, kurasakan War— malah merenggangkan
kedua kakinya agak lebar, tentu saja kesempatan ini tidak kusia2kan, segera saja
kutaruh kedua kakiku di bagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu dan
sekarang terasa kontolku berada di atas memek War—. War— masih memelukkan
kedua tangannya di punggungku dan meciumi seluruh wajahku.
Sambil masih tetap kujilat dan ciumi selluruh wajahnya, kuturunkan tanganku
kebawah dan sedikit kumiringkan badanku, perlahan lahan kuelus memek War— yang
menggembung dan setelah beberapa saat lalu kupegang bibir memeknya dengan jariku
dan kurasakan kedua tangan War— serasa mencekeram di punggungku dan ketika
jari tengahku kugunakan untuk mengelus bagian dalam memeknya, terasa memek
War— sangat basah dan kurasakan badan bawah War— bergerak perlahan lahan
sepertinya mengikuti gerakan jari tanganku yang sedang mengelus dan meraba
bagian dalam memek nya dan sesekali ku permainkan kelentitnya dengan jari2ku
sehingga War— sering berdesis
sssssssssshh……..sssssssshhhh…. .aaaaaahhhh….ssssshhh sambil kurasakan jari kedua
tangannya menusuk punggungku. Setelah sekian lama kupernainkan memeknya dengan
jariku, kemudian kulepaskan jariku dari memek War— dan kugunakan tangan
kananku untuk memegang kontolku serta segera saja kontolku kuarahkan ke memek
War— sambil kugosok gosokan keatas dan kebawah sepanjang bagian dalam memek
War—, serta kembali kudengar desis suara nya ssssssshhhh… sssshhhh… ooooom……
aaaaaaahh….sssssshhhh dan pantatnya diangkat naik turun pelan pelan. Karena
kulihat War— sudah sangat terangsang nafsunya, segera saja kuhentikan gerakan
tanganku dan kutujukan kontolku kearah bawah bagian memek nya dan setelah kurasa
pas, segera kulepaskan tanganku dan kutekan pelan pelan kontolku kedalam memek
War—. Kuperhatikan wajah War— agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit
serta menghentikan gerakan pantatnya serta bersuara pelan tepat didekat
telingaku…. Aduuuhh … oooomm….Jangaaaannn …..sakiiittt…., Asiihh….takuuut…Oom.
Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, segera kuhentikan tusukan kontolku
dan kuelus elus dahinya sambil kucium telinganya serta kubisikan ..tidak….apa
apa….. sayaaaang…. Oom …. pelan pelan saja….kok, untuk menenangkan ketakutan
War—. War— tidak segera menanggapi kata2ku dan tetap diam saja dengan tetap
masih memelukkan kedua tangannya di punggungku. Karena dia diam saja dan
memejamkan kedua matanya, segera secara perlahan lahan, kutusukan kembali
kontolku ke dalam memeknya dan terdengar lagi War— berkata lirih didekat
telingaku….aduuuuhh…..sakiiitt t…. ooom,….. Asihhh….. takuuuuut, padahal
kurasakan kalau War— mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan lahan.
Mendengar kata2nya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan kontolku tapi
masih tetap ditempatnya yaitu dilubang memeknya, dan kembali kuciumi bibir dan
wajahnya serta kuelus elus rambutnya sambil kubisiki….takut…apa…sayang…….W ar—
tidak segera menjawab pertanyaanku itu. Sambil menunggu jawabannya, kuteruskan
ciumanku dibibirnya dan War— mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan
lidahku yang kujulurkan kedalam mulut nya dan kurasakan War— mulai memindahkan
kedua tangannya dari punggungku ke atas pantatku. Aku tetap bersabar menunggu
dan tidak terburu buru untuk menusukkan kontolku lagi. Tetap dengan masih
menghisap lidahku, kurasakan kedua tangan War— sedikit menekan pantatku, entah
perintah supaya aku menusukkan kontolku ke memeknya atau hanya perasaanku saja.
Sementara aku diamkan saja dan dengan masih berciuman, kutunggu reaksi War—
selanjutnya. Ketika ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat
War— berusaha mengelak mungkin karena kegelian dan kembali kurasakan kedua
tangannya seperti menekan pantatku. Lalu kembali kulumat bibirnya dan perlahan
tapi pasti, kembali kutekan kontolku kedalam memeknya, tapi War— tidak kuberi
kesempatan untuk berkata-kata karena mulutnya kusumpal dengan mulutku dan
kontolku makin kutekankan kedalam memeknya serta kulihat mata War— menutup
rapat2 seperti menahan sakit. Karena kontolku belum juga menembus memeknya, lalu
sedikit kuangkat pantatku dan kembali kutusukkan kedalam memek War—
dan…….bleeeeeessssss….terasa kontolku sepertinya sudah menembus memek War— dan
aaaaaahhhh……..sakiiiiit….ooom… .,kudengar suara War— sambil seperti menahan
rasa sakit dan berusaha menarik pantatku. Untuk sementara tidak kugerakkan
pantatku dan setelah kulihat War— mulai tenang dan kembali mau menciumi
wajahku, lalu perlahan lahan kutekan kontolku yang sudah menembus memek nya
supaya masuk lebih dalam lagi. Aaaaaaahhh…..oom….pelan..pelaa aan.., kudengar
War— berkata lirih…Iyaaaa….sayaaaang…ooom…. pelah…pelan…., jawabku serta
kubelai rambutnya.
Setelah kudiamkan sebentar, lalu kugerakkan pantatku naik turun sangat pelan
agar War— tidak merasa kesakitan, dan ternyata berhasil, wajah War—
keperhatikan tidak tegang lagi sehingga pergerakan kontolku keluar masuk memek
War— sedikit kupercepat dan belum berapa lama terdengar suara
War—…..ooom……oooooom.. aaaaaduuuuhhh…
ooommm…aaaaaaahhh…..aaaadddduu uuuhh…aaaaaahh…ooom…, sambil kedua tangannya
mencengkeram punggungku dengan kuat dan menciumi keseluruhan wajahku dengan
sangat bernafsu dan badannya berkeringat, lalu War— berteriak agak keras
aaaaaaaaaaaaaaaahhhh….oooomm…. .aduuuuuhhhhh…..lalu War— terkapar dan terdiam
lemas dengan nafas terengah engah. Rupanya Aku yakin kalau War— sudah mencapai
orgasmenya padahal nafsuku baru saja akan naik. Karena kulihat War— sepertinya
sedang kelelahan dengan kedua matanya tertutup rapat, jadi timbul rasa
kasihanku, lalu sambil kuseka keringat wajahnya kuciumi pipi dan bibirnya dengan
lembut, tapi War— tidak bereaksi dan tanpa kuduga di gigitnya bibirku yang
sedang menciumnya seraya berkata lirih….Oooom…..nakal…yaaaaa…., War— baru
sekali ini..merasakan hal seperti tadi…., sambil mencubit punggungku. Aku tidak
menjawab komentarnya tapi yang kuperhatikan adalah nafasnya sudah mulai teratur
dan secara perlahan lahan aku mulai menggerakkan kontolku lagi keluar masuk
memek War—. Kuperhatikan War— mulai terangsang lagi, War— mulai menghisap
bibirku dan mulai mencoba menggerakkan pantatnya pelan2 dan gerakannya ini
membuat kontolku seperti di pelintir pelintir keenakan. Gerakan kontolku keluar
masuk semakin kupercepat dan demikian juga War— mulai makin berani mempercepat
gerakan putaran pantatnya, sambil sesekali kedua tangannya yang dipelukkan
dipinggangku berusaha menekan sepertinya menyuruhku untuk memasukkan kontolku
kedalam memeknya lebih dalam lagi dan kudengar War— mulai bersuara lagi
..aaaaaaahh…..aaaaahh….ooooohh h….oommm…aaaaaaaaah….dan tidak terasa akupun mulai
berkicau …..aaaaaaacchhh….aaaaaahhh…Sii iihh…..enaaaakk….. teruuuuuus….Siiiih.
Ketika nafsuku sudah mulai memuncak dan kudengar juga nafas War— semakin
cepat, dengan perlahan lahan kupeluk badan War— dan segera kubalik badannya
sehingga sekarang War— sudah berada diatasku dan kupelukkan kedua tanganku di
pantatnya, sedangkan wajah War— ditempelkan diwajahku. Dengan sedikit makan
tenaga, kucoba menggerakkan pantatku naik turun dan setiap kali pantatku naik,
kugunakan kedua tanganku menekan pantat War— kebawah dan bisa kurasakan kalau
kontolku masuk lebih dalam di memek War—, sehingga setiap kali kudengar suara
nya sedikit keras …aaaaahhh….oooooh. Dan mungkin karena keenakan, sekarang
gerakan War— malah lebih berani dengan menggerakkan pantatnya naik turun
sehingga kedua tanganku tidak perlu menekannya lagi dan setiap kali pantatnya
menekan kebawah sehingga kontolku serasa masuk semuanya di memek War—,
kudengar dia bersuara keenakan ….aaaaahhh…..aaaaaaah disertai nafasnya yang
semakin cepat, demikian juga aku sambil berusaha menahan agar maniku tidak
segera keluar.
Gerakan War— semakin cepat saja dan kurasakan wajahnya semakin ditekankan
kewajahku sehingga kudengar nafasnya yang sangat cepat itu didekat telingaku dan
aduuuuuh…..aaaaaaahhh…..aaaahh h…ooommm….War—…..mauuuuu…kelua aaaaar…aaaaaaah.
Tungguuuuu….. Waaaaarrrr…….kitaaaa….samaaa…. samaaaaaa… ooom…. Jugaaaaa …
mauuuu….. Aaaaaaaaaaahhhhh..aaaaaaaaaahh hhhh….Ooooooommm…..teriak War— sambil
mengerakkan pantatnya menggila dan akupun karena sudah tidak tahan menahan
maniku dari tadi segera kegerakkan pantatku lebih cepat dan
ccrreeetttt……ccrreeeeeett….ccc crrreeeeeett…dan aaaaaaaaahhhh…siiiiiiihh…. oooom
keluaaaaaaaar…… sambil kutekan pantat War— kuat2.

0 komentar: