Denyutan demi denyutan di tubuh kami kemudian melemah. Aku berguling ke sampingnya. Dikecupnya bibirku, dan tanganya mengusap pipiku.
“Terima kasih To. Kamu luar biasa. Kamu sangat perkasa, begitu nikmat dan indah. Kenikmatan yang sangat luar biasa. Thanks,” katanya lembut.
Karena kamar mandi ada di luar rumah, maka aku tidak membersihkan diri ke kamar mandi.
“Kamu disini saja, nanti aku mandiin. Kalau keluar ke kamar mandi nanti kelihatan orang bisa berabe”
Mbak Atik mengambil handuk yang dipakai untuk menyeka tubuhku tadi dan kini penisku yang disekanya sampai bersih. Mbak Atik keluar ke kamar mandi dan kembali dengan seember air. Setelah menyeka badanku sekali lagi, aku kencing di dalam ember karena aku punya kebiasaan buang air kecil sehabis bercinta, sementara itu ada resiko ketahuan tetangga jika aku harus ke kamar mandi di belakang rumahnya.
Kami berbaring berdampingan sambil berpelukan. Kepalanya diletakkan di atas dadaku. Sejam telah berlalu dan kurasakan sebuah benda padat lunak menekan dadaku. Kucium leher dan ketiaknya yang dicukur bersih.
“Kamu mau lagi..?”
Kudaratkan sebuah kecupan pada bibirnya. Kuamat-amati tubuhnya yang lumayan aduhai. Kulitnya kuning bersih dengan pantat besar dan menonjol ke belakang, sementara di dadanya ada segunduk daging yang bulat dengan tonjolan coklat muda yang berdiri tegak.
Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganas. Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Kuremas buah dadanya dengan keras. Beberapa saat kemudian kami sudah berpelukan dan bergulingan di atas ranjang besar yang empuk.
Aku menindih dan menjelajahi sekujur tubuhnya. Ia menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik, “Ouuhh.. Anto.. Terserah kamu. Lakukan sesukamu. Yang penting berikan aku kenikmatan puncak”
“Aku akan mengajakmu berpacu dalam birahi dan tenggelam dalam badai kenikmatan yang luar biasa..” kataku membalas bisikannya.
Dari dada, lidahku pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangnya, ke arah perut dan pahanya. Aku mencoba untuk mendekatkan hidungku ke sela pahanya Mbak Atik meronta hebat sewaktu tanganku memainkan puting buah dadanya. Tangannya terlepas dan hidungku kutempelkan di bibir vaginanya. Tercium aroma yang harum dan segar.
Bulu kemaluannya cukup lebat. Meskipun kulitnya putih, namun bibir vaginanya berwarna kehitaman dan ditumbuhi rambut agak jarang. Kubuka bibir vaginanya dengan telunjuk dan ibu jari, terlihat bagian dalam vaginanya yang kemerahan dan mulai basah oleh lendir yang melumasinya.
Kini lidahku menyusup ke dalam vaginanya. Kulebarkan pahanya dan aku semakin leluasa mempermainkan klitorisnya. Mbak Atik meregang dan meronta menahan kenikmatan yang kuberikan.
“Ouhh To.. Ayo.. Teruskan.. Lagi. Sudah lama aku ingin merasakan hal ini,” ia mengerang.
Lidahku menerobos masuk ke dalam liang vaginanya dan bermain dengan dinding vagina, klitoris dan lorong kenikmatannya. Sementara bibirku menyapu bibir vaginanya, maka lidahku menjilat klitorisnya dengan sentuhan ringan. Mbak Atik meremas rambutku dan memekik tertahan, “Auww, aku tak tahan lagi..”
Kurasakan klitorisnya sedikit membesar dan berkilat-kilat. Kujepit klitorisnya dengan bibirku dan kukeraskan jepitanku. Pahanya semakin kuat menjepit kepalaku.
Ia mengerang, “Please, Ayo sekarang.. To. Aku tak tahan lagi.. Ayoo!!”
Bibirku naik ke leher dan menjilatinya. Elusan tanganku pada pinggangnya membuat ia meronta kegelian. Kuhentikan elusanku dan tanganku meremas lembut buah dadanya dari pangkal kemudian ke arah puting. Kumainkan jemariku dari bagian bawah, melingkari gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah putingnya. Sampai batas puting sebelum menyentuhnya, kuhentikan dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Kugantikan jariku dengan bibirku, tetap dengan cara yang sama kususuri buah dadanya tanpa berusaha mengenai putingnya. Kini ia bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang buah dadanya dan membuat jilatanku makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah sebuah gigitan kuberikan di belahan dadanya, bibirku kuarahkan ke putingnya, tapi kujilat dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin Mbak Atik menjerit penasaran dan gemas.
“To.. Jangan permainkan aku.. Cepat isap.. Isap sayy.. Antoo,” pintanya.
Aku masih ingin mempermainkan nafsunya dengan jilatan halus di putingnya yang makin mengeras itu. Mbak Atik mendorong buah dadanya ke mulutku, sehingga putingnya langsung masuk, dan mulailah kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Tanganku berpindah dari pinggang ke vaginanya yang semakin basah.
Jariku tengah kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya dan tidak lama sudah menemukan apa yang kucari. Lumatan bibirku di puting Mbak Atik makin ganas. Ia berusaha mengulingkan badanku tetapi kutahan.
“Aagh..” ia memekik-mekik. Kucium lagi bibir dan lehernya. Penisku makin membesar dan mengganjal tubuhku di atas perutnya.
Kupikir kini saatnya untuk penetrasi. Kuangkat pantatku sedikit dan iapun mengerti. Dikangkangkan pahanya lebar-lebar. Kuarahkan penisku ke vaginanya dan, “Masukan To.. Sekarang!” pintanya sambil melebarkan pahanya. Kudorong sekali dan berhasil. Kugerakkan penisku pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat.
Vagina Mbak Atik makin lembab. Atik langsung mengerang hebat merasakan hunjaman penisku yang keras dan bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram pinggulku. Gerakan maju-mundurku diimbanginya dengan memutar-mutarkan pinggulnya, semakin lama gerakan kami semakin cepat.
Kini ia semakin sering memekik dan mengerang. Tangannya kadang memukul-mukul punggungku. Kepalanya mendongak ketika kutarik rambutnya dengan kasar dan kemudian kukecup lehernya dan kugigit bahunya.
“Ouhh.. Ehh.. Yyeesshh!”
Setelah beberapa lama kuminta dia untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa lama kemudian penisku sudah terbenam di liang vaginanya. Mbak Atik menaikturunkan pantatnya dengan posisi jongkok. Tubuhnya bergerak naik turun dengan cepat dan kuimbangi dengan putaran pinggulku, sementara buah dadanya yang tegak menantang kuremas-remas dengan tanganku. Gerakan kami makin cepat, dan erangan Mbak Atik makin keras. Aku duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman dalam posisi Mbak Atik duduk berhadapan di pangkuanku. Aku bebas mengeksplorasi tubuhnya dengan tangan dan bibirku.
Kuangkat tubuhnya sambil berdiri, kugendong dan kuturunkan sebelah kakinya sementara itu kaki yang satunya menjepit pahaku. Kulipat lututku sedikit untuk mengambil posisi yang tepat. Kami bercinta sambil berdiri.
“Aagghh.. Anto.. Luar biasa, kamu kuat sekali,” bisiknya.
“Mbak.. Mbak juga nikmat sekali”
Kubawa tubuhnya kembali ke ranjang dan langsung kugenjot dengan menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Kuganti pola gerakanku. Kucabut penisku dan kumasukkan kembali setengahnya. Demikianlah kulakukan berulang-ulang sampai beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku dalam-dalam.
Mbak Atik setengah terpejam sambil mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepanasan. Pinggulnya tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi akibat gesekan kulit kemaluan kami. Lubang vaginanya yang licin diimbangi dengan gerakan memutar dari pinggulnya membuatku semakin bernafsu. Ketika kuhunjamkan seluruh penisku ke dalam vaginanya, Mbak Atik pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.
Aku menurunkan tempo dengan membiarkan penisku tertanam di dalam vaginanya tanpa menggerakkannya. Kucoba memainkan otot kemaluanku. Terasa penisku mendesak dinding vaginanya dan sedetik kemudian ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan vaginanya meremas penisku. Demikian saling berganti-ganti.
Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakinya kuangkat dan kunaikkan di atas pundakku. Dengan setengah berdiri di atas lututku aku menggenjotnya. Kakinya kuusap dan kucium lipatan lututnya. Ia mengerang dan merintih-rintih.
“Ouhh Mbak.. Kita.. Ouuhh!!”
Aku mengangguk dan memberi isyarat kepadanya untuk menutup permainan ini. Ia pun mengangguk setuju. Kukembalikan dalam posisi normal. Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran.
Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Aku semakin cepat menggerakkan pantat sampai pinggangku terasa sakit, namun aku tetap bertahan untuk menyerangnya. Mbak Atik meremas rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya segera menjepit erat pahaku. Badannya menggelepar-gelepar, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi.
Aku pun semakin liar memberikan kenikmatan kepada Mbak Atik yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang.
“Aahh.. Sshh.. Sshh ”
Gerakan tubuh Mbak Atik semakin liar.
“Ouoohh nikmatnyaa.. Aku mau keluuarr.. Sampai..”
Aku merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kejantananku dan ingin keluar. Sudah saatnya aku menghentikan permainan ini. Aku mengangguk dan iapun mengangguk sambil memekik panjang,”Ouuwwhh..!”
Aku mengangkat pantatku, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan penisku keras-keras ke dalam vaginanya. Nafasnya seolah-olah terhenti sejenak dan kemudian terdengarlah erangannya. Tubuhnya mengejang dan jepitan kakinya diperketat, pinggulnya naik menjambut penisku. Sejenak kemudian memancarlah spermaku di dalam vaginanya, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua.
“Aww.. Aduuh.. Hggkk”
Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar kecuali desah napas yang berkejaran dan berangsur-angsur melemah. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra.
Sebentar kemudian Mbak Atik kembali membersihkan penisku dan setelah itu kami mengenakan pakaian. Akhirnya akupun berpamitan pulang setelah mengintip dari balik jendela dan yakin bahwa keadaan di luar aman-aman saja.
Sore hari kulihat anak-anaknya dijemput oleh neneknya, karena memang besok hari libur. Kesempatanku nanti malam untuk bergumul lagi dengan tubuh montok nan aduhai terbuka lebar. Menjelang senja setelah mandi aku berpakaian rapi dengan parfum yang kupakai khusus pada saat tertentu saja. Hanya saja aku tidak mengenakan celana dalam. Adikku yang melihatku tampil rapi keheranan dan bertanya-tanya aku mau ke mana. Aku sengaja tidak memberitahu Mbak Atik sebelumnya biar ada unsur pendadakan dan kejutan. Seperti mau perang saja. Eh tapi ini perang juga kan? Ada meriam, amunisi, gua perlindungan dan perkelahian satu lawan satu.
Aku memutar lewat belakang rumahnya. Pintu belakang terbuka dan setelah kuamati Mbak Atik sedang memasak di dapur. Badannya membungkuk sambil mengaduk sesuatu di dalam panci. Ia hanya mengenakan daster longgar.
Aku masuk, menutup pintu dengan perlahan tanpa menimbulkan bunyi dan dengan berjingkat kudekati dia dari belakang. Setelah dekat tiba-tiba kupeluk dari belakang, tangan kiriku menutup mata dan tangan kananku menutup mulutnya, takut nanti dia berteriak.
“Uuffpphh… Uffpp!”
Ia meronta-ronta dan berusaha membuka tanganku. Kucium telinganya dan kubisikkan,”Tenang Mbak, ini aku”
Perlahan kulepaskan tanganku dari mata dan mulutnya. Ia berbalik dan hendak memukulku dengan sendok sayur yang dipegangnya.
“Kamu ini, bikin kaget saja. Kalau aku tadi teriak gimana? Kamu masuk dari mana?”
“Sorry Mbak, pengen kasih kejutan saja. Kulihat tadi siang anak-anak dijemput neneknya kan? Pintu belakang terbuka, makanya aku langsung masuk saja. Siapa tahu pintu Mbak lainnya terbuka juga”
“Eh, jangan kurang ajar kamu ya! Emangnya saya apaan,” katanya datar tanpa ekspresi marah.
“Masak apa Mbak? Baunya harum sekali”
“Lagi bikin rawon, sudah lama nggak makan rawon. Kamu ini yang harum sekali, mau pesiar ke mana?”
“Lho, malam ini saya mau mendaki dua gunung dan berenang di sebuah telaga. Pakai parfum dong, jadi kalau capek dan keringetan bau tubuhku tidak tercium”
“Kamu sudah makan? Kita makan dulu yok!” ajaknya.
Kamipun pergi ke ruang tengah untuk makan. Kami duduk berhadapan di meja makan. Sambil makan kakiku mulai beraksi. Kuangkat dan kutumpangkan di pahanya. Kusingkapkan ujung dasternya dengan ibu jari dan mulai menggesek-gesekkan telapak kakiku ke pahanya. Mbak Atik hanya tersenyum saja dan membiarkan tingkahku. Aku sengaja hanya beroperasi di sekitar paha atasnya saja, tidak sampai masuk ke celah pahanya. Belum saatnya.
Setelah makan kami pindah ke ruang depan dan duduk di karpet menyandar ke sofa sambil nonton TV. Udara malam terasa dingin. Dinginnya angin musim kemarau mulai menusuk kulit. Bedhidhing, mangsa katelu (musim ketiga), menurut kalender Jawa. Mbak Atik bersandar di bahuku. Tanganku dipegangnya dan didekapkan di payudaranya. Sesekali diciumnya leher dan pipiku.
Ia menguap, berdiri dan berjalan ke ruang belakang. Tak lama kemudian ia sudah kembali dengan membawa sloki dan sebotol anggur merah produk lokal.
“Kita minum sedikit ya. Ini sisa peninggalan almarhum. Selama ini kutaruh saja di dalam kulkas, karena aku sendiri bukan peminum. Tapi malam ini rasanya romantis sekali kalau kita minum berdua,” katanya sambil menuangkan anggur tadi ke sloki dan meminumnya dalam sekali teguk.
Ia menuang sekali lagi dan memberikan padaku. Kuterima sloki itu dan juga kuhabiskan dalam sekali teguk. Terasa panas di tenggorokanku dan mukaku langsung memerah. Aku memang bukan peminum berat, just social drinker. Lampu ruangan dimatikannya sehingga kini hanya cahaya dari TV yang menerangi ruangan.
Sambil duduk dan nonton TV kami minum lagi. Aku sadar harus tetap bisa mengontrol diri agar tidak sampai mabuk. Setelah tiga sloki masuk ke mulutku, maka kusingkirkan botol ke meja kecil. Kurasa acara pendahuluan sudah cukup dan kini menjelang acara inti.
Mbak Atik menggeser tubuhnya semakin merapat ke tubuhku. Mukanya merah akibat terkena pengaruh alkohol. Tangannya mengusap pahaku dan berseser ke atas sampai mengenai penisku. Tangannya bergerak-gerak di sekitar pangkal pahaku, mungkin memastikan aku tidak memakai celana dalam. Suasana mulai panas dan akhirnya dengan satu gerakan ia menarik ritslutiting celanaku dan langsung menyusupkan tangannya ke dalam celanaku. Penisku yang mulai berdiri langsung dipegang dan dipijitnya.
Akupun tidak sabar lagi ingin segera merasakan kehangatan tubuhnya. Kubuka dasternya dan tangannya membuka bajuku. Aku berbaring di karpet dengan tetap memakai celana panjangku. Mbak Atik yang tinggal memakai pakaian dalam naik dan menindih tubuhku. Tangannya mengusap-usap bulu dadaku dan bibirnya menjelajahi leher, dagu, pipi dan kemudian berhenti di bibirku dengan sebuah ciuman yang panas. Aku membalas ciumannya dengan penuh gairah.
Kubuka BH-nya dan kusambut kedua payudaranya dengan ciuman, isapan, rabaan dan remasan lembut. Ia mengelinjang dan napasnya mulai terdengar tertahan. Tangannya kembali meraba dan meremas penisku. Dibukanya ikat pinggangku dan dengan jari kakinya ia menarik dan melepaskan celanaku. Aku sudah dalam keadaan bugil. Penisku berdiri tegak dalam genggaman tangannya.
Aku bergeser dan mencium tengkuknya. Kulepaskan badannya dari atasku ke samping dan kini ia berbaring dalam posisi tengkurap. Kususupkan tanganku di bawah dadanya dan kuremas buah dadanya perlahan. Kuciumi tengkuk, leher belakang dan kujilati sekujur punggungnya. Ia mendesis lirih, kepalanya mendongak, tangannya bergerak ke belakang dan meremas rambutku.
“Sebentar Mbak. Lepaskan dulu,” kataku samil berdiri dan menuju ruang yang dipakai untuk salon.
Kuambil botol body lotion dan kembali kepadanya. Ia keheranan dan menatapku dengan mata sayu. Kucium bahunya dengan lembut dan kubisikkan, “Aku mau mijitin Mbak dulu. Gantian, tadi pagi aku sudah dipijit. Celananya dibuka saja Mbak”
“Hmmhh…” katanya sambil menaikkan dan menggoyangkan pinggulnya memberi kode agar aku yang membukakannya.
Kuusap pinggulnya dan kutarik ban celana dalamnya perlahan-lahan. Kini ia menyusulku berbugil ria. Aku menuangkan sedikit body lotion dan mulai mengurut punggungnya.
“Enak To. Kamu pintar mengurut juga”
Kadang memang teman-teman kos-ku minta bantuanku untuk sekedar memijit punggung atau mengerik kalau masuk angin. Tanganku mengurut sekujur punggung, pantat, kaki dan betisnya. Kadang dengan nakal kugelincirkan tanganku ke samping dan memijit pangkal payudaranya. Mbak Atik hanya tersenyum dan mendesah saja.
Pada saat posisiku duduk di belakang pantatnya kukocok penisku sebentar sampai keras dan kusisipkan di celah pahanya. Tangannya segera bergerak ke belakang dan mencoba membantu untuk memasukkan ke vaginanya. Aku belum bermkasud untuk penetrasi, hanya sekedar menghangatkan suasana saja. Makanya begitu kepala penisku terasa sudah membuka bibir vaginanya aku menghentikannya dan cuma mengkontraksikannya beberapa kali kemudian kucabut lagi.
Mbak Atik mau memprotes, namun aku sudah mulai memijat punggungnya lagi.
“Sabar Mbak, nanti juga kuberikan sampai habis,” kataku.
Setelah lima menit kemudian, “Sudah Mbak, berbalik! Bagian depan depan mau dipijit atau tidak?” kataku.
Ia berguling membalikkan badannya. Aku menelan ludah melihat pemandangan di depanku. Buah dadanya yang bulat besar, pahanya yang mulus dengan hiasan padang rummput tebal mengelilingi sebuah telaga.
“Jangan melamun, ayo pijit. Nanti saja upahnya. Pokoknya ditanggung beres dan puas” Ia menarik tanganku ke buah dadanya.
Aku mulai melakukan pijatan-pijatan ringan dari pangkal payudaranya bergerak ke arah puting, tetapi tanpa menyentuh putingnya. Ia memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Aku sengaja tidak memakai body lotion lagi, karena nanti sekujur perut, dada dan leher akan menjadi sasaran lidahku. Kubuat gerakan halus melingkar di sekitar pangkal payudaranya.
Kutangkupkan telapak tanganku di dadanya dan mulai meremasnya dengan gerakan memutar. Mbak Atik menggoyangkan kepalanya, kakinya perlahan membuka. Sebelah kakinya diangkat terlipat dan menekan karpet. Ketika pijatanku bergeser ke arah pundaknya, ia membuka matanya lalu menangkap tanganku dan memeluk leherku.
“Sudah To. Cukup. Aku tak sabar lagi..!”
Kuhentikan pijitanku dan langsung kutindih tubuhnya. Penisku yang tadinya sudah mulai kendor kini mengeras kembali.
“Aku akan memberikan upahmu sekarang,” katanya sambil menggulingkan badanku.
Mulutnya begerak mencium kening, pipi, ujung hidung, mengecup bibir terus menyapu leher dan dadaku. Putingku digelitik dengan ujung lidahnya. Aku merinding dan mengejang menahan geli sekaligus nikmatnya rangsangan di putingku. Kuremas dan kuciumi rambutnya.
“Ouuhh Mbak. Aahh.. Enak.. Nikmat”
Mbak Atik masih meneruskan aksi di kedua putingku silih berganti.
Kini lidahnya bergerak turun ke perutku terus ke paha dalam, lutut dan menggigitnya lembut. Aku meremas karpet untuk menahan kenikmatan. Tangannya memegang penisku dengan erat, kemudian lidahnya mulai menjilat biji, bergeser ke batang terus menuju kepala penisku. Dikulumnya kepala penisku dan gerakan blow job dilakukannya dengan lincah. Dibelahnya lubang kencingku dan dengan gerakan lincah ia menggelitik dengan ujung lidahnya.
“Mmbbaakk.. Ouhh.. Acchh!!”
Tubuhnya memutar sehingga kini selangkangannya sudah berada dimukaku. Dengan perlahan kusibakkan rambut tebal yang ada di sana dan kususupkan lidahku masuk dan mulai menjilati daging kemerahan sebesar biji jagung. Dinding vaginanya segera berdenyut merespon perlakuanku. Lidahku seakan-akan terjepit oleh dinding vaginanya.
“Sshhahh Anto. Terus To! Lakukan sesukamu To!”
“Mbak sedaap. Uuhh..!”
Kami bergantian saling mendesis dan melenguh. Mbak Atik melepaskan kuluman pada penisku.
“Kita lakukan di sini saja To!” katanya.
Pantatnya bergeser ke arah selangkanganku. Dengan membelakangiku ia berjongkok dan mengatur posisi selangkangannya agar tepat berada di kepala penisku. Diraihnya penisku dan digesekkannya di bibir vaginanya. Mula-mula hanya kepala penisku saja yang menyusup di bibir vaginanya. Dengan gerakan turun dan memutar pinggulnya maka peniskupun amblas ke dalam vaginanya yang lembab dan hangat.
Ia mulai menggerakkan pantatnya naik turun, maju mundur dan berputar. Kupegang pinggulnya dari belakang dan kuimbangi irama gerakannya.
“Anto.. Anto.. Anto.. Aauwwhh”
“Huuffpp.. Aatikk.. Mbakk”
Kuangkat badanku dan dalam posisi duduk memangkunya kuremas buah dada dan kucium tengkuknya sampai berbekas merah. Dengan perlahan kuangkat tubuhku dan iapun mengimbanginya dengan berdiri perlahan dengan membungkuk sehingga kelamin kami masih bertautan.
Kuarahkan ia bergerak ke arah sofa. Diangkatnya kaki kiri ke atas sofa dan kaki kanan berdiri di lantai. Tangannya memengang sandaran sofa. Kupegang dan kuusap pantatnya lalu kuayunkan pantatku maju mundur. Kadang kubuat sudut dengan merendahkan lututku sehingga kulit penisku menggesek dinding vaginanya dengan kuat. Bunyi paha beradu dengan pantat terdengar berirama. Kujulurkan tanganku ke depan sehingga buah dadanya dapat kuraih dan selanjutnya kuremas serta kupilin putingnya.
Mbak Atik merem melek menahan gempuranku. Apalagi ketika penisku kukeraskan dan kutusukkan berulang-ulang dengan cepat. Dadanya dibusungkan, kepalanya mendongak dan bergoyang-goyang tak keruan. Kugenjot semakin cepat dan iapun semakin kuat menggoyangkan kepalanya. Pantatnya bergerak tak beraturan, kadang maju mundur, kadang berputar. Kuturunkan irama permainan, tetapi kukeraskan penisku dan kusodok dengan pelan namun penuh tenaga. Keringat mulai menitik di sekujur tubuhku.
Kucabut penisku dan kini ia telentang di sofa menunggu penisku untuk segera memasuki guanya. Kepalanya diletakkan pada sandaran tangan. Kutumpukan berat badanku pada kedua lenganku. Dengan perlahan kuambil posisi penetrasi dan dengan gerakan sangat lambat penisku kembali masuk dalam vaginanya. Ketika sudah setengah batang masuk, maka dengan cepat kuhentakkan sampai mentok di rahimnya.
“Heehhkk.. Oouhh!”
Ia menahan napas menahan hentakanku. Kutarik lagi sampai keluar, kumasukkan dengan pelan sampai setengah dan kuhentakkan. Ia sudah siap menahan napas untuk mengimbangi permainanku. Beberapa kali kulakukan variasi ini sampai tanganku terasa lelah tidak kuat lagi menahan berat badanku.
Kurapatkan badanku di atas badannya. Kupeluk punggungnya sementara itu ia memeluk leherku dengan erat. Diciumnya bibirku dan disedotnya sampai berbunyi. Gerakanku kini pelan dan ringan saja untuk sekedar memperoleh kesempatan sedikit untuk beristirahat. Kaki kiriku menginjak lantai dan kaki kananku bertumpu pada lutut. Kedua kakinya menjepit pahaku dengan erat.
Kuangkat kedua kakinya ke atas bahuku dan dengan posisi kaki kanan berlutut kugenjot lagi. Kurasakan penisku mentok di rahimnya setiap kali kuhentakkan. Kulipat kakinya sampai lututnya menempel di perutnya. Vaginanya kelihatan semakin menonjol dan penisku semakin sering menyentuh dinding rahimnya.
“Aku capek, ganti posisi To”
Aku belum tahu posisi apa yang dia inginkan. Ia duduk di atas sandaran tangan dan merebahkan badannya. Dengan posisi berdiri kumasukkan lagi penisku. Sambil kugenjot kujepit kakinya di ketiakku. Sementara itu tangannya meremas rambutnya sendiri. Kakiku mulai goyah dan rasanya tidak kuat meneruskan posisi ini.
Kuangkat tubuhnya dan dengan berputar aku duduk di sofa memangku Mbak Atik. Kini ia yang aktif bergerak. Aku beristirahat sebentar dan mengimbangi gerakannya. Telapak kakinya memijak tepi sofa dan pantatnya bergerak maju mundur agar vaginanya dapat menelan penisku.
“Ouhh Anto.. Aku tak tahan lagi. Ayo kita.. Aahh!”
Kubaringkan badannya di atas karpet dan kuisap payudaranya dengan kuat. Kukunya kuat menghunjam punggungku. Kurapatkan kedua kakinya dan kujepit dengan kakiku. Dalam posisi ini maka dengan sedikit tenaga aku dapat meraih kenikmatan maksimal dari gesekan penisku dengan vaginanya.
“Mbaakk.. Sebentar lagi mbaakk”
“To cepat.. Lebih cepat lagi..!”
Aku semakin cepat bergerak. Kulihat bola matanya memutih dengan muka memerah. Kini kurasa tiba saatnya untuk memberikan pukulan terakhirku.
Kubuka lagi kedua kakinya sehingga melilit betisku. Kugenjot dengan cepat dan bertenaga sampai lututku terasa pedih. Namun tanggung kalau harus berhenti. Gerakanku kupercepat dan semakin cepat. Kami sudah tinggal sesaat lagi mencapai puncak.
“Sudah To.. Selesaikan sekarang. Arrcchh!” ia meraung.
Punggungnya yang bongkok udang melengkung menjauhiku, sementara selangkanngannya semakin merapat.
“Mbakk.. Ouhh!!”
Aku mengambil ancang-ancang dengan menarik penis sampai tinggal ujung kepalanya yang bersentuhan dengan bibir vaginanya dan dengan satu hentakan yang sangat kuat kuhunjamkan penisku sampai sedalam-dalamnya hingga pangkal penisku membentur tulang pubisnya.
“Antoo.. Yeahh!”
Pantatnya naik menyambut hunjamanku dan tangannya meremas rambutku sekerasnya. Vaginanya berdenyut kuat meremas penisku. Bibirnya mencari-cari bibirku dan kusambut dengan ciuman penuh gairah kepuasan. Napas kami terengah-engah, muka kami memerah karena lelah, nikmat dan sedikit pengaruh alkohol. Sampai beberapa detik denyutan demi denyutan masih kami rasakan. Ketika penisku akan kucabut ia mengkontraksikan otot vaginanya sehingga penisku tisak bisa kucabut keluar. Kubiarkan saja mengecil dan dengan sendirinya lepas dari vaginanya.
Aku berguling ke samping.
“Mbak hebat sekali permainannya”
“Sama. Kamupun hampir membuatku kewalahan. Nikmat sekali rasanya sampai kemaluanku ngilu kamu buat”
Beberapa saat kemudian napas kamipun kembali normal. Dengan berbalut handuk aku keluar mengikutinya ke kamar mandi. Lampu kamar mandi sengaja dimatikan supaya tidak kelihatan dari luar.
Sambil membersihkan badan ia masih saja menciumiku dan mencumbuku mesra. Aku menghindari cumbuannya. Bukan apa-apa. Setelah menggapai puncak rasanya badan capek sekali sehingga malas meladeni cumbuannya.
“Mbak.. Tunggu Mbak. Sudah dulu. Aku akan tidur di sini saja. Kita punya banyak waktu sampai pagi besok. Aku akan puaskan Mbak sampai besok Mbak nggak bisa buka salon,” kataku sambil melepaskan pelukan tangannya.
Kami kembali ke dalam rumah dan berbaring di ranjangnya yang empuk. Nikmat sekali rasanya setelah pertempuran di lantai hanya beralaskan karpet, kini badanku rasanya ringan dan setelah ngobrol sebentar kamipun tertidur dalam keadaan telanjang bulat.
Sekitar dua jam kemudian kami kembali berenang mengarungi samudera kenikmatan bersama-sama. Sampai pagi kami tidak bisa tidur dan akhirnya menjelang dinihari sekali lagi kami bermandi peluh kepuasan. Keadaan ranjang seperti pantai yang habis diamuk badai, berantakan tak keruan. Hari masih gelap ketika aku keluar dari rumahnya.
“Nanti malam kutunggu kamu disini, jantanku,” sambil memberikan kecupan di bibirku.
Kita lihat saja nanti. Kalau tenagaku sudah pulih OK saja. Kalau belum, tak usah saja nanti malah dia kecewa. Atau mungkin aku perlu pemeran pengganti untuk menggantikanku untuk sementara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar